Pertemuan Gus Miek dan Nabi Khidir AS
Karomah adalah keistimewaan yang dikaruniai Allah Swt kepada seorang wali. Hal itu hanya dikenal pada dimensi esoteris, dimensi terdalam dalam Islam. Itulah dunia tasawuf. Kisah berikut di antaranya, menjadi bagian kisah yang khas orang-orang sufi.
Banyak kalangan Ulama’ yang menyatakan bahwa KH Hamim Djazuli atau Gus Miek sudah terlihat kewaliannya sejak masih dalam kandungan. Di antaranya adalah KH. Mubasyir Mundzir (Bandar-Kediri) yang merupakan sahabat sekaligus guru Gus Miek, begitu KH. Dalhar (Watucongol) yang kelak menjadi guru Gus Miek.
Bahkan ayahanda Gus Miek, KH. Djazuli justru berbahasa halus (krama, Bhs Jawa) kepada Gus Miek -- satu hal yang tidak pernah dilakukannya kepada anaknya yang lain.
Hal ini karena keluasan pandangan KH. Djazuli yang memandang bahwa anaknya memiliki derajat yang lebih tinggi di mata Allah ketimbang dirinya.
Menurut salah seorang ulama’ Madura; dari segi usia, memang KH. Djazuli lebih tua dari Gus Miek (karena beliau adalah ayah Gus Miek), tapi dari segi keilmuan, Gus Miek tampak lebih tua.
Sebelum wafat, KH. Djazuli mengakui bahwa tanda-tanda kewalian Gus Miek sudah tampak sejak lahir. Gus Miek hobi sekali melihat orang memancing. Pernah suatu ketika dengan ditemani salah satu santri Ploso nyundik (memancing) ikan di sungai Brantas yang berada tepat di belakang Pondok Pesantren Ploso, Kediri.
Gus Miek yang masih kecil tiba-tiba tenggelam dan membuat santri yang menemaninya itu panik bukan kepalang. Dicarinya di sepanjang sungai, Gus Miek belum juga ketemu.
Akhirnya, terpaksa dia melapor kepada KH. Djazuli bahwa Gus Miek tenggelam dan dia belum bisa menemukannya. Si santri pun mendapat kemarahan KH. Djazuli dan disuruhnya mencari Gus Miek lagi.
Kembali ke sungai, Gus Miek ternyata sudah berada di tepi sungai dalam keadaan normal seperti sebelumnya.
"Dari mana saja Gus," tanya si santri.
Gus Miek menjawab, "Tadi saya dibawa Nabi Khidlir ke dalam sungai".
sumber: majalahlangitan.net
Post a Comment