Memahami Sifat Jaiz Allah
Persitiwa yang terjadi di kehidupan dunia ini dapat dipahami dua hal. Pertama, peristiwa al-‘adiyah (kebiasaan), yakni sesuatu yang sering kita amati, sehingga dianggap biasa. Kedua, ghairu ‘Adiyah, peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan atau dalam bahasa aqidah disebut mukjizat. Mukjizat hanya diberikan bagi seorang Nabi dan Rasul. Mereka diberi Allah mukjizat yang khariqat al-‘adat (melanggar kebiasaan). Sesuatu yang dianggap mustahil dalam kebiasaan kita. Namun bagi Allah, baik yang ‘adiyah maupun ghairu ‘adiyah itu sama saja. Karena tidak ada sesuatu yang rumit bagi-Nya. Meskipun hal itu di luar hukum sebab akibat.
Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah itu la yahtaju al-masyi’atuhu ila sya’in (kehendak-Nya tidak butuh pada suatu apapun). Apa yang dikehendaki Allah tidak membutuhkan sandaran suatu yang lain. Ketika Dia menciptakan sesuatu di dunia ini melalui proses sebab akibat itu merupakan sebuah pilihan bagi-Nya. Tapi bukan sebuah keharusan.
Allah mencipatakan manusia dengan adanya sebab akibat, misal manusia diciptakan melalui sebab Ayah dan Ibu. Itu adalah sesuatu yang bersifat jaiz. Tumbuhan yang muncul dari dalam tanah juga merupakan jaiz bagi Allah. Dan itu adalah pilihan bagi-Nya, bukan sebuah keharusan. Keduanya bagi Allah adalah sama. Karena sesuatu yang diciptakannya itu la yastanidu ila sya’in (tidak bersandar pada apapun), hanya kehendak Allah.
Berbeda dengan makhluk, seluruh sendi kehidupan kita, apa yang kita rencanakan, dan semua yang ada di sekitar kita. Semuanya bersandar atas apa yang dikehendaki oleh Allah. Kebanyakan kita menjalankan hukum kebiasaan yang telah diciptakan Allah secara berulang-ulang dalam kehidupan ini. Berdasar apa yang dituntun oleh Allah melalui syariat. Tapi pada akhirnya semuanya akan bersandar kepada Allah SWT.
Ketika kita memahami peristiwa Isra’ Mi’raj. Hal itu merupakan ghairu ‘adiyah, dikatakan seperti itu karena kejadiannya tidak berulang-ulang. Tapi bagi Allah itu sama. Artinya ketika Allah menghendaki pastilah terjadi. Misalnya, bisa saja manusia itu mati sebab sesuatu yang tidak terpikirkan manusia lainnya.
Maka dari itu kita tidak bisa mendesain masa depan kita sendiri. Kita hanya bisa melakukan perencaan dan program yang terbaik. Melakukan kehidupan ini dengan sunnatullah yang terbaik. Tapi pada akhirnya semuanya akan bersandar kepada Allah. Bisa karena sebab yang biasa terjadi, bisa juga sebab yang tidak biasa terjadi.
Kehidupan ini sepenuhnya atas kehendak Allah. Kita hanya bisa berusaha memakmurkan dunia yang kita tempati saat ini, dengan menggunakan akal kita. Sebagai seorang santri harus giat belajar dan berdoa. Sebagaimana dalam firman-Nya Q.S Ali Imran: 159,
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
‘Azam itu rencana terbaik yang kita lakukan. Kemudian fa tawakkal ala allah (berserah diri lah kalian kepada Allah). Tidak boleh kita memaksakan sesuatu, apalagi sampai meng-kotak-kan diri kita, seakan-akan kita yang paling tahu masa depan. Allahlah Yang Maha Mengetahui.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Oleh : KH. Junaidi Hidayat
Post a Comment