Berusaha “Menuhan” (Menjadi Tuhan)
Jika Nabi Muhammad disematkan 4 sifat wajib seperti; siddiq (jujur, berkata sesungguhnya), amanah (bisa dipercaya), fathanah (pandai/ cerdas), dan tabligh (menyampaikan), Allah SWT juga mempunyai sifat wajib, mustahil, dan jaiz sebagai upaya pembuktian eksistensi Tuhan.
Sifat wajib Allah adalah segala hal yang menurut akal pasti adanya atau tidak dapat diterima ketiadaannya. Setiap mukallaf (muslim yang dikenai kewajiban perintah dan larangan) wajib meyakini secara terperinci sifat wajib yang 20 sebagai pokok kesempurnaan sifat (shifat asasiyyah kamaliyyah) Allah sebagai Tuhan, 20 sifat mustahil, dan satu sifat Jaiz.
Di sisi lain, Allah juga mempunyai 99 nama indah (al-Asmaa’ al-Husna) yang sering dilagukan anak-anak pesantren selepas azan. Imam al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M) dalam al-Maqshad al-Asnaa fii Syarh Asmaa’ Allah al-Husnaa menjelaskan, meskipun jumlah al-Asmaa’ al-Husna tidak terbatas, namun secara substantif kembali pada dzat dan tujuh sifat ma’ani melalui 10 kategori.
Dalam asmaul husna, Allah memberikan konsep sifat paradoks. Maha lembut, maha perkasa, maha menyempitkan, maha melapangkan, maha merendahkan, maha meninggikan, maha memuliakan; maha menghinakan, maha menghidupkan maha mematikan; maha mendahulukan, maha mengakhirkan; maha pemaaf, maha pemberi balasan; maha nyata, maha gaib; maha memberi manfaat, maha memberi mudharat; dan lain sebagainya.
Baik dan buruk sifat manusia tergantung sangkaannya kepada Allah. Seperti dalam hadis riwayat Muslim, “Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah.” Sehingga seorang muslim dianjurkan untuk senantiasa berprasangka baik kepada siapapun, termasuk Allah.
Allah memiliki segala rupa sifat makhluk di alam semesta, tapi seluruh makhluk di alam semesta tidak akan mampu menanding atau paling tidak menyamai sifat-sifat Allah. Jika Allah mempunyai sifat kebaikan yang tidak terbatas, manusia hanya bisa mencoba meniru dengan segala keterbatasannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sifatnya yang maha menujukan eksistensi kekuasaan Allah di semesta raya. Istilah maha sulit untuk dijabarkan selain makna lebih dari yang lebih. Ampunan Allah lebih dari ampunan seluruh makhluk hidup, demikian halnya dengan keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kemurahaan hati-Nya, dan masih banyak lainnya.
Kasih Sayang
Namun dari keparadoksan sifat Allah, ada pondasi fundamental sifat yang sering dibaca oleh umat muslim di seluruh dunia. “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” sebagai pengantar segala aktivitas dan permulaan sesuatu kebaikan karena Allah.
Jadi manusia boleh meniru segala sifat Allah tapi harus berlandaskan sifat kasih sayang. Rahman atau pengasih dimaknai sebagai Tuhan yang memberikan segala sesuatu kepada seluruh makhluk di alam semesta, sedangkan rahim atau penyayang dimaknai sebagai Tuhan yang hanya memberi kepada hamba-Nya yang meminta dan bertakwa.
Kasih sayang yang tidak terbatas dari Allah kepada makhluk harus menjadi acuan manusia berkata dan berperilaku di dunia. Manjalani kehidupan dengan metode kasih sayang kepada Allah, kepada sesama, kepada hewan dan tumbuhan, bahkan kepada lingkungan alam. Sifat tersebut yang dijadikan faktor utama untuk bersikap dengan adil, bijaksana, tegas, dan lain sebagainya
Berusaha “menuhan” dalam tradisi Jawa-Islam dan kalangan sufi sering disebut Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba dan Tuhan). Konsep lain dalam tradisi Jawa adalah sangkan paraning dumadi yang serupa dengan Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Roji'uun. Bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan suatu saat akan kembali kepada Allah.
Tidak ada sifat yang tidak dimiliki oleh Allah, sehingga tidak ada batas ruang dan waktu untuk tidak mengikatkan diri kepada sang khalik. Jika hidup adalah pengabdian dan persembahan kepada Tuhan, maka harus bisa berusaha meniru Tuhan dari sifat-sifat yang dijelaskan dalam firman-firman-Nya, termasuk yang paling pokok: Kasih dan Sayang.
Bahkan bukan dari kalangan muslim, seluruh agama juga menerapkan metode serupa dalam beragama dan berkehidupan. Kasih dan Sayang adalah aspek utama menjadi khalifah di bumi dengan menjaga toleransi, harmonisasi, dan kedamaian. Jadi sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu harus dianalisis terlebih dahulu, meniru sifat Tuhan yang mana? Sudahkah berlandaskan dengan sifat kasih dan sayang?
Jika merasa tidak sanggup untuk mengasihi dan menyayangi, minimal jangan berkata dan berperilaku yang berpotensi untuk menyakiti sesama. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai benih kasih dan sayang. Ada yang dipupuk menjadi tanaman yang menyejukkan banyak orang, ada yang ditebang sebelum tumbuh menjadi besar.
Di bulan suci Ramadan, semoga kita senantiasa diliputi sifat kasih sayang dalam berperilaku. Menjadi pribadi yang banyak menebarkan cinta kepada sesama daripada kebencian dan anarkisme. Untuk berusaha “menuhan”, minimal jangan sampai membaca basmalah hanya sampai kerongkongan saja. Meskipun kasih sayang manusia sangat jauh dibandingkan dengan kasih sayang Allah, setidaknya sebagai hamba harus berusaha untuk menjadi lebih baik.
Pernah dimuat di Alif.id
https://alif.id/read/jy/sifat-dan-nama-allah-yang-wajib-kita-miliki-b238346p/
*Joko Yuliyanto
Santri Majelis Fathul Hidayah. Penggagas komunitas Seniman NU. Penulis buku dan naskah drama.
Post a Comment