Header Ads

Islam, Azan, Terorisme

terorisme islam

Dua pemberitaan sekaligus yang ramai di media sosial beberapa hari lalu, yakni penggantian lafal azan dengan ‘Hayya Alal jihad’ dan aksi terorisme (pembunuhan satu keluarga) di Sigi. Kejadian tersebut relatif “bersamaan” yang menyiratkan adanya korelasi antara ajakan dan perilaku untuk berjihad.

Saat ini, labelitas teroris begitu melekat dengan muslim. Menurut Shamsi Ali (Imam Besar Masjid New York) penghapusan prasangka image teroris terhadap Islam bukanlah pekerjaan ringan, terutama setelah kejadian runtuhnya Gedung WTC (World Trade Centre). Setelah kejadian itu, sudah ada lebih dari 50 kasus atau aksi terorisme yang dilakukan dengan mengatasnamakan agama Islam. Meskipun banyak yang mengelak, bahwa terorisme merupakan perilaku individu atau perseorangan yang tidak mewakili identitas sebuah agama. Apalagi perilaku tersebut bertolak belakang dengan esensi dari agama itu sendiri.

Islam berasal dari kata “aslama”, “yuslimu”, “islaaman”, yang berarti tunduk, patuh, dan selamat. Seorang muslim harus mampu untuk menyelamatkan diri sendiri dan juga mampu menyelamatkan orang lain. Berbeda dengan Iman, Islam adalah identitas seseorang yang tampak dari luar, sedangkan iman bersumber dari internal/ dalam diri manusia yang diperoleh karena pengetahuan dan pengalaman dalam mencari konsep ketuhanan dan keagamaan.


Seruan Jihad

Seruan jihad pernah lantang dikomando oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam aksi revolusi jihad. Namun tidak dengan menggubah lafal azan yang sudah dihukumi mutlak (tidak boleh diubah) oleh para ulama. Penggantian lafal azan yang semula untuk menyeru salat dengan menyeru berjihad menimbulkan banyak kritik dan hujatan dari masyarakat sesama muslim. Apalagi kondisi bangsa negara juga tidak sedang mengalami ancaman atau penjajahan. Mengajak perang dalam suasana yang damai malah mencederai akhlak Nabi Muhammad yang menjunjung tinggi keharmonisan sosial.

Dari segi bahasa, kata jihād berasal dari bahasa Arab, bentuk isim maşdar dari fi’il, jāhada artinya mencurahkan kemampuan. Kemudian dalam al-Munjid fillughah wal-a`lam menyebutkan lafal jāhada al-`aduwwa, artinya qatalahu muhamatan ‘an ad-din: menyerang musuh dalam rangka membela agama. Al-jahdu juga bermakna kesungguhan dan upaya terakhir, seperti dalam firman Allah: “Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan…” (al-An’am: 109).

Makna kata al-jahdu dan al-jihād menurut kitab lisānul ’Arab yang ditulis oleh Ibnu Mandzur adalah untuk melawan musuh, pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang diinginkan atau menolak yang dibenci. Dalam kitab al-Munawwir, memberikan suatu pengertian bahwa lafal jihad sebagai suatu kegiatan yang mencurahkan segala kemampuan. Apabila dirangkaikan dengan lafal fī sabīlillāh, maka diartikan sebagai berjuang, berjihad, berperang di jalan Allah.

Pengertian jihad dalam ayat-ayat Alquran dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut obyek yang dijadikan sasaran, jihad dapat dibagi menjadi: Jihad melawan nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan orang-orang kafir dan musyrik, jihad melawan orang-orang munafik, jihad melawan orang-orang fasik dan zalim. Menurut pertimbangan alat yang dipergunakan, yang dibagi menjadi: Jihad dengan diri, jihad dengan harta, dan jihad dengan lisan. Menurut hukumnya, jihad bisa dibagi menjadi jihad wajib dan jihad sunah.

Menggunakan istilah jihad dalam azan akan ditafsirkan banyak kalangan tentang adanya ancaman atau kesiagaan terjadinya peperangan. Iklim politik di Indonesia yang masih labil dengan kuatnya narasi politik identitas, kegagapan menghadapi pilkada serentak, hingga persepsi ketidakadilan hukum dari pemerintah. Aksi terorisme di Sigi adalah sedikit dari banyak aksi perlawanan yang bisa dilakukan terhadap sistem yang dianggap mengancam kelompoknya.

 

Membersihkan Nama Islam

Motif “penjajahan” nilai-nilai Islam secara global membuat sebagian umat muslim menghibahkan dirinya untuk membela agama. Konflik (perang saudara) di Timur Tengah, kasus etnis Rohingya, dan perebutan paksa kawasan Palestina adalah beberapa potret tentang ketidakkuasaan Islam membela kelompok dan identitasnya. Kemudian narasi media menggiring opini masyarakat tentang kebengisan ISIS, kejahatan teroris, dan pelabelan buruk lainnya untuk umat muslim.

Terorisme sendiri merupakan bentuk kekerasan yang direncanakan, bermotif politik yang ditujukan terhadap masyarakat sipil yang tidak bersenjata. Tujuan terorisme untuk mengacaukan situasi suatu daerah dengan mengancam dan bahkan secara ekstrem melakukan pembunuhan secara masal.

Terdapat beberapa alasan seseorang mudah terdoktrin untuk menjadi teroris :

1. Jihad untuk menjaga dan mempertahankan keyakinan beragama dari gangguan baik dalam atau luar negeri.

2. Bagi orang yang berjihad memiliki tempat tertinggi jika mereka meninggal dunia maka disebut “Syahid”.

3. Seluruh persoalan hidup manusia akan berakhir bahagia dan kematian merupakan jalan yang ditempuh para militan.

4. Keyakinan terhadap kehidupan yang kekal sehingga para militan selalu berada di baris terdepan dalam setiap petempuran.

Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat perhatian lebih dari dunia terkait perilaku ekstremis dan terorisme. Bibit terorisme selalu memunculkan generasi baru ketika pemimpinnya sudah berhasil ditangkap atau dibunuh. Dengan mengatasnamakan jihad mereka membungkus kejahatan untuk memenuhi ambisinya. Pemerintah dan masyarakat harus bisa memberikan metode tertentu untuk pengajaran agama secara kontekstual. Pengetahuan yang tidak lengkap dan sikap arogan seseorang bisa menjadi bomerang bagi agama itu sendiri.

Semua ajaran agama, termasuk Islam, mengutuk aksi terorisme dengan dalih apapun. Agama hanya dijadikan dalih untuk “melegalkan” aksi terorisme dengan iming-iming mati syahid dan surga. Misi terorisme bukan aksi membela agama, malah bisa mencoreng kesucian agama. Agama di seluruh dunia menghendaki adanya kasih sayang dan kedamaian untuk menjaga kerukunan dan keteraturan sosial maupun alam.

 

Pernah dimuat di Caruban Nusantara

https://carubannusantara.or.id/islam-azan-terorisme/ 

*Joko Yuliyanto

Santri Majelis Fathul Hidayah. Penggagas komunitas Seniman NU. Penulis buku dan naskah drama.

No comments

Powered by Blogger.